Jika anda seorang perempuan Warga Negara Indonesia (WNI)
akan menikah di Indonesia dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA),
ada beberapa hal yang perlu anda ketahui.
1.
Perkawinan Campuran
Perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No.
1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda lakukan
adalah perkawinan campuran.
2.
Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Perkawinan
Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang
Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan
diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua
orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6
UU Perkawinan).
3.
Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Bila
semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan
untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan
masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU
Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah
terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas
pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat
meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa
penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan). Surat Keterangan
atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika
selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan
atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU
Perkawinan).
4.
Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada
beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a.
Untuk calon suami
Anda
harus meminta calon suami anda untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau
negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan
"Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan
kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya.
Selain itu harus pula dilampirkan:
·
Fotokopi
Identitas Diri (KTP/pasport)
·
Fotokopi
Akte Kelahiran
·
Surat
Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
·
Akte
Cerai bila sudah pernah kawin; atau
·
Akte
Kematian istri bila istri meninggal
Surat-surat
tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang
disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang
ada di Indonesia.
b.
Untuk anda, sebagai calon istri
Anda
harus melengkapi diri anda dengan:
·
Fotokopi
KTP
·
Fotokopi
Akte Kelahiran
·
Data
orang tua calon mempelai
·
Surat
pengantar dari
RT/RW
yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan
perkawinan
6.
Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan
perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan
buku nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang beragama Islam, pencatatan
dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah
Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh
Pegawai Kantor Catatan Sipil.
7.
Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan
Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen
Kehakiman dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan
negara asal suami.
Dengan
adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara
internasional, baik bagi hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di
Indonesia
8.
Konsekwensi Hukum
Ada
beberapa konsekwensi yang harus anda terima bila anda menikah dengan seorang
WNA. Salah satunya, anak hasil perkawinan anda akan mengikuti status
kewarganegaraan ayahnya. Artinya, anak anda dianggap WNA, seperti ayahnya.
Konsekwensinya, anak anda akan diperlakukan sebagaimana WNA, misalnya harus
memiliki Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) yang masa berlakunya 1 tahun,
selanjutnya dapat diperpanjang dengan memiliki Kartu Ijin Tinggal Menetap
(KITAP) yang berlaku selama 2 tahun.
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan
di luar Indonesia, harus didaftarkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah
perkawinan berlangsung. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh
hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan
Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).